Teori Konsumsi Dan Investasi
Mandala Manurung
BAB I
- PENDAHULUAN
Teori Konsumsi
Pengeluaran konsumsi terdiri atas konsumsi pemerintah (government consumption) dan konsumsi rumah tangga/ masyarakat ( household consumption/private consumption). Namun dalam makalah ini, hanya dibahas pengeluaran konsumsi rumah tangga. Ada beberapa alasan yang mendasarinya, yaitu:
- Pengeluaran konsumsi rumah tangga memiliki porsi terbesar dalam total pengeluaran agregat. Mengingat porsinya yang besar tersebut, maka konsumsi rumah tangga mempunyai pengaruh yang besar pula terhadap stabilitas perekonomian.
- Berbeda dengan konsumsi pemerintah yang bersifat eksogenus, konsumsi rumah tangga bersifat endogenus. Dalam arti, besarnya konsumsi rumah tangga berkaitan erat dengan faktor-faktor lain yang dianggap memengaruhinya. Karena itu kita dapat menyusun teori dan model ekonomi yang menghasilkan pemahaman tentang hubungan tingkat konsumsi dengan faktor-faktor lain yang memengaruhinya. Teori dan model tersebut dikenal sebagai teori dan model konsumsi (consumption theories/models).
- Perkembangan masyarakat yang begitu cepat menyebabkan perilaku-perilaku konsumsi juga berubah cepat. Hal ini merupakan alasan lain yang membuat studi tentang konsumsi rumah tangga tetap relevan. Ini dibuktikan dengan munculnya teori-teori konsumsi yang lebih baru dan canggih, terutama karena mempertimbangkan unsur ketidakpastian (uncertainty), menggunakan model dinamis, dan peralatan analisisnya ekonometrika. Hanya saja, sebagai pelajaran pengantar, dalam bab ini teori/model konsumsi yang dibahas adalah model-model sederhana yang bersifat statis. Peralatan analisisnya pun hanya berupa tabel, grafis, dan kalkulus sederhana.
Teori Investasi
“Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”
Jika seorang ekonomi diminta untuk menafsirkan peribahasa yang sangat terkenal diatas, dia akan melihatnya dari sudut biaya kesempatan (opportunity cost). Dari sisi ilmu ekonomi, peribahasa diatas hanya bertanya, mana yang Anda pilih, senang sekarang atau lebih senang dimasa mendatang? Hidup Yang terbatasi waktu menyebabkan perencanaan alokasi sumber daya menjadi penting. Apa yang dimiliki sekarang dapat saja dikonsumsi seluruhnya untuk meningkatkan utylitas hidup saat ini. Tetapi habisnya sumber daya yang kita miliki, menyebabkan hidup dimasa mendatang menjadi hidup yang penuh penderitaan.
Keputusan menunda konsumsi sumber daya atau bagian penghasilan demi meningkatkan kemampuan menambah atau menciptakan nilai hidup ( penghasilan dan kekayaan ) dimasa mendatang merupakan investasi. Dalam bahasa yang lebih filosofis, segala sesuatu yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan menciptakan atau menambah nilai kegunaan hidup adalah investasi. Jadi investasi bukan hanya dalam bentuk fisik, melainkan juga nonfisik, terutama peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).
BAB II
- ISI (KONSUMSI DAN INVESTASI)
- SUB-MATERI TEORI KONSUMSI
- Pengertian
- Jenis Konsumsi
- Teori Perilaku Konsumsi
- Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi
- Contoh Kasus
- PENGERTIAN
Konsumsi adalah pemakaian barang hasil produksi atau setiap tindakan untuk mengurangi atau menghabiskan nilai ekonomi suatu benda. Contoh : memakan makanan, memakai baju, mengendarai kendaraan motor, menggunakan barang elektronik, dll.
- JENIS KONSUMSI
- Konsumsi Pemeintah (G)
Pengeluaran konsumsi pemerintah sama dengan produksi pemerintah yang dikonsumsi sendiri, yaitu produksi bruto pemerintah dikurangi penerimaan dari produksi berupa barang dan jasa yang dihasilkan.
- Konsumsi Rumah Tangga/ Masyarakat (C)
Pada dasarnya, faktor utama yang mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat adalah pendapatan, di mana korelasi keduanya bersifat positif yaitu semakin tinggi tingkat pendapatan (Y) maka konsumsinya (C) juga makin tinggi.
C = f(Y)
- TEORI PERILAKU KONSUMSI
- Teori Keynes (Keynesian Consumption Model)
- Hubungan Pendapatan Disposabel dan Konsumsi
Keynes menjelaskan bahwa konsumsi saat ini (current comsumption) sangat dipengaruhi oleh pendapatan disposabel saat ini (current disposable income). Menurut Keynes, ada batas konsumsi minimal yang tidak tergantung tingkat pendapatan. Artinya, tingkat konsumsi tersebut harus dipenuhi, walaupun tingkat pendapatan sama dengan nol. Itulah yang disebut konsumsi otonomus (autonomous consumption). Jika pendapatan disposabel meningkat, maka konsumsi juga akan meningkat. Hanya saja peningkatan konsumsi tersbut tidak sebesar peningkatan pendapatan disposabel.
Fungsi Konsumsi menurut Teori Keynes:
C = C0 + b Yd
Keterangan :
C = konsumsi
C0 = konsumsi otonomus (autonomous consumption)
b = marginal propensity to consume (MPC) ; 0 < b < 1
Yd = pendapatan disposabel
Kurva : Hubungan Antara Pendapatan Disposabel dan Konsumsi
Contoh:
Fungsi konsumsi suatu negara: C=40+0,75Yd, maka ini berarti bahwa pada saat pendapatan masyarakat (Yd=0), subsidi=40, dan setiap perubahan pendapatan akan mempengaruhi konsumsi sebesar 75%.
- Kecenderungan Mengonsumsi Marginal (Marginal Propensity to Consume)
Kecenderungan mengonsumsi narginal (Marginal Propensity to Consume, disingkat MPC) adalah konsep yang memberikan gambaran tentang berapa konsumsi akan bertambah bila pendapatan disposibel bertambah satu unit.
MPC = ∆C / ∆Yd
- Kecenderungan Mengonsumsi Rata-rata (Average Propensity to Consume)
Kecenderungan mengonsumsi rata-rata (Average Propensity to Comsume, disingkat APC), adalah rasio antara konsumsi total dengan pendapatan disposibel total.
APC = C / Yd
Tabel : Hubungan Antara Pendapatan Disposabel dan Konsumsi, MPC dan APC
Pendapatan Disposabel
|
Konsumsi
|
Perubahan Pendaatan Disposibel
|
Perubahan Konsumsi
|
MPC
|
APC
|
0
|
200
|
-
|
-
| ||
1.000
|
1.000
|
1.000
|
800
|
0,80
|
1,00
|
2.000
|
1.800
|
1.000
|
800
|
0,80
|
0,90
|
3.000
|
2.600
|
1.000
|
800
|
0,80
|
0,87
|
4.000
|
3.400
|
1.000
|
800
|
0,80
|
0,85
|
5.000
|
4.200
|
1.000
|
800
|
0,80
|
0,84
|
Catatan : MPC = ∆C / ∆Yd
APC = C / Yd
- Hubungan Konsumsi dan Tabungan
Pendapatan disposibel yang diterima rumah tangga sebagian besar digunakan untuk konsumsi, sedangkan sisanya ditabung. Dengan demikian kita dapat menyatakan:
Yd = C + S
Keterangan :
S = tabungan (saving)
Kita juga dapat mengatakan setiap tambahan penghasilan diposabel akan dialokasikan untuk menambah konsumsi dan tabungan. Besarnya tambahan pendapatan disposabel yang menjadi tambahan tabungan disebut kecenderungan menabung marjinal (Marginal Propensity to Save, disingkat MPS). Sedangkan rasio antara tingkat tabungan dengan pendapatan disposabel disebut kecenderungan menabung rata-rata (Average Propensity to Save, disingkat APS).
MPC dan MPS
Jika setiap tambahan pendapatan disposabel dialokasikan sebagai tambahan konsumsi dan tabungan, maka :
Y + ∆Y = C + ∆C + S + ∆S
∆Y = (C + ∆C + S + ∆S) – Y , di mana Y = C + S atau 0 = ( C + S ) - Y
∆Y = (∆C + ∆S) + (C + S) – Y
∆Y = (∆C + ∆S) + 0
∆Y = (∆C + ∆S)
Jika persamaan ini dibagi ∆Y,
∆Y/ ∆Y = ∆C/ ∆Y + ∆S/ ∆Y
1 = MPC + MPS atau MPS = 1 – MPC
APC dan APS
Nilai total APC ditambah dengan APS juga sama dengan satu. Pernyataan tersebut dengan mudah dibuktikan dengan menggunakan matematika sederhana di bawah ini:
Y = C + S
Jika persamaan ini dibagi Y, maka:
Y/Y =(C/Y) + (S/Y) di mana C/Y = APC dan S/Y=APS
1=APC+APS (terbukti)
- Model Konsumsi Siklus Hidup (Life Cycle Hypothesis of Consumtion)
Model konsumsi siklus hidup (life Cycle Hypotesis, disingkat LCH) dikembangkan oleh Franco Modigliani, Albert Ando, dan Richard Brumberg. Model ini berpendapat bahwa kegiatan konsumsi adalah kegiatan seumur hidup. Model siklus hidup ini mencoba menggali lebih dalam untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi besarnya pendapatan disposabel. Ternyata, pedapatan disposabel berkaitan erat dengan usia seseorang selama siklus hidupnya. Model siklus hidup ini membagi perjalanan hidup manusia menjadi tiga periode:
- Periode Belum Produktif
Periode ini berlangsung dari sejak manusia lahir, bersekolah, hingga pertama kali bekerja, biasanya berkisar usia 0 – 20 tahun. Pada periode ini umumnya manusia belum menghasilkan pendapatan. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, mereka harus dibantu oleh anggota keluarga lain yang telah berpenghasilan.
- Periode Produktif
Periode ini umumnya berlangsung dari usia 20 – 60 tahun. Selama periode ini, tingkat penghasilan meningkat. Awalnya meningkat cepat dan mencapai puncaknya pada usia sekitar 50 tahun. Setelah itu tingkat pendapatan disposabel menurun, sampai akhirnya tidak mempunyai penghasilan lagi.
- Periode Tidak Produktif Lagi
Periode ini berlangsung setelah usia manusia melebihi 60 tahun. Ketuaan yang datang tidak memungkinkan mereka bekerja untuk mendapat penghasilan.
Pola konsumsi manusia berkaitan dengan periode hidupnya. Dengan kata lain, manusia harus merencanakan alokasi pendapatan disposabelnya. Ada saatnya mereka harus berutang/ mendapat tunjangan, ada saat harus menabung sebanyak-banyaknya dan akhirnya ada pula saat dia harus hidup dengan menggunakan uang tabungannya. Andaikan tingkat konsumsi tahunan sepanjang hayat dianggap sama besar, maka perilaku manusia atau rumah tangga dapat digambarkan dengan menggunankan diagram berikut ini:
- Teori Pendapatan Permanen (Permanent Income Hypotesis)
Teori Pendapatan Permanen (Permanent Income Hypotesis, disingkat PIH), diajukan oleh Millon Friedman. PIH menyatakan bahwa tingkat konsumsi mempunyai hubungan proporsional dengan pendapatan permanen (permanent income).
C = λYp
di mana:
C = konsumsi
Yp = pendapatan permanen
Λ = faktor proporsi, (λ ˃ 0)
Yang dimaksud dengan pendapatan permanen adalah tingkat pendapatan rata-rata yang diekspektasi/diharapkan dalam jangka panjang. Pendapatan saat ini tidak selalu sama dengan pendapat permanen. Kadang-kadang pendapatan saat ini lebih besar daripada pendapatan permanen. Kadang-kadang sebaliknya. Hal yang menyebabkan adalah adanya pendapatan tidak permanen, yang besarnya berubah-ubah. Pendapatan ini disebut pendapatan transitori (transitory income).
Yd = Yp + Yt
di mana:
Yd = pendapatan disposabel saat ini
Yp = pendapatan permanen
Yt = pendapatan transitori
- Teori Pendapatan Relatif ( Relative Income Hypothesis)
Teori pendapatan relatif (relative Income Hypothesis, di singkat RIH) yang dikembangkan oleh James Deuessenberry. Teori ini lebih memerhatikan aspek psikologis rumah tangga dalam menghadapi perubahan pendapatan.
- Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi
- Faktor Ekonomi
- Pendapatan Rumah Tangga (Household Income)
Pendapatan rumah tangga amat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Conttoh yang amat sederhana adalah jika pendapatan sang ayah masih sangat rendah biasanya beras yang dipilih untuk konsumsi juga beras kelas rendah atau menengah. Teetapi apabila penghasilan ayah semakin meningkat, beras yang dipilih sudah dinaikan menjadi beras kelas satu, misalnya beras Cianjur.
- Kekayaan Rumah Tangga (household Wealth)
Tercakup dalam pengertian kekayaan rumah tangga adalah kekayaan riil (misalnya rumah, tanah, dan mobil) dan financial (deposito berjangka, saham, dan surat-surat berharga). Kekayaan-kekayaan tersebut dapat meningkatkan konsumsi, karena menambah pendapatan disposabel. Tentunya, hal ini akan meningkatkan pengeluaran konsumsi
- Jumlah Barang-barang Konsumsi Tahan Lama Dalam Masyarakat
Pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi bisa bersifat positif atau menambah, dan negatif atau mengurangi.
- Tingkat Bunga atau Interest Rate
tingkat bunnga yang tinggi dapat mengurangi atau mengerem keinginan konsumsi, baik dilihat dari sisi keluarga yang memiliki kelebihan uang maupun yang kekurangan uang. Dengan tigkat bunnga yang tinggi, maka biaya ekonomi atau oportunity cost dari kegiatan konsumsi akan semakin mahal.
- Perkiraan Tentang Masa Depan (Household Expectation About the Future)
Jika rumah tangga memerkirakan masa depannya makin baik, mereka akan merasa lebih leluasa untuk melakukan konsumsi. Karenanya pengeluaran konsumsi semakin meningkat. Jika rumah tangga memperkirakan masa depannya makin jelek, merekapun mengambil ancang-ancang dengan menekan pengeluaran konsumsi.
- Kebijakan Pemerintah Mengurangi Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Dimuka telah dikemukakan bahwa MPC pada kelompok masyarakat berpendapatan tinggi lebih rendah dibanding MPC pada kelompok masyakat yang berpendapatan rendah. Keinginan pemerintah untuk mengurangi ketimpangan dalam distribusi pendapatan ternyata akan menyebabkan bertambahnya pengeluaran konsumsi masyarakat secara keseluruhan.
- Faktor-faktor Demografi (Kependudukan)
- Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara menyeluruh, walaupun pengeluaran rata-rata perorang atau perkeluarga relatif rendah. Misalnya, walaupun tingkat konsumsi rata-rata penduduk Indonesia lebih rendah daripada penduduk Singapura, tetapi secara absolut tingkat pengeluaran konsumsi Indonesia lebih besar daripada Singapura, sebab jumlah penduduk Indonesia lima puluh satu kali lipat penduduk Singapura.
- Komposisi Penduduk
Komposisi penduduk suatu negara dapat dilihat dari beberapa klasifikasi, diantaranya : usia (produktif dan tidak produktif), pendidikan (rendah, menengah, tinggi), dan wilayah tinggal (perkotaan dan pedesaan). Pengaruh komposisi penduduk terhadap tingkat konsumsi dijabarkan sederhana seperti di bawah ini:
- Makin banyak penduduk yang berusia kerja atau usia produktif (15-64 tahun), makin besar tingkat konsumsi, terutama bila sebagian besar dari mereka mendapat kesempatan kerja yang tinggi, dengan upah yang wajar atau baik. sebab makin banyak penduduk yang bekerja, penghasilan juga makin besar.
- Makin tinggi tingkat pendapatan masyarakat, tingkat konsumsinya juga makin tinggi.
- Makin banyak penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan (urban) pengeluaran konsumsi juga makin tinggi.
- Faktor-faktor Nonekonomi
Faktor-faktor nonekonomi yang paling berpengaruh terhadap besarnya konsumsi adalah faktor sosial-budaya masyarakat. Misalnya, berubahnya pola pikir kebiasaan makan, perubahan etika dan tata nilai karena ingin meniru kelompok masyarakat lain yang dianggap lebih hebat (tipe ideal). Contoh paling kongkret di Indonesia adalah berubahnya kebiasaan berbelanja dari pasar tradisional ke pasar swalayan.
- Contoh Kasus
- Diketahui fungsi konsumsi : C=400+0,2Y
- Tentukan Fungsi Tabungan
- Besarnya tabungan saat Y = 600
Jawab:
- S = -C0 + (1- b).Y
= -400 + (1-0,2).Y
= -400 + 0,8.Y
Jadi fungsi tabungannya
S = -400 + 0,8Y
- Jika Y = 600
S = - C0 + (1- b).Y
= -400 + (1-0,2) 600
= -400 + (0,8) 600
= -400 + 480
= 80
Jadi, saat Y = 600, S = 80
- Diketahui : Sebelum bekarja konsumsinya Rp120.000/bulan. Setelah bekerja memperoleh pendapatan sebesar Rp300.000/bulan dan dapat menabung Rp60.000.
- Tentukan fungsi konsumsinya
- Berapa besar tabungan saat penghasilannya Rp 600.000/bulan
Jawab :
- Pada saat Y = 0, C = 120.000
C = C0 + bY
C = 120.000 + b.Y
Pada saat Y= 300.000, S = 60.000
C = Y – S
C = 300.000 – 60.000
C = 240.000
Maka : C = 120.000 + b.Y
240.000 = 120.000 + b (300.000)
240.000 = 120.000 + 300.000b
b = (240.000 – 120.000) / 300.000
b = 0,4
Jadi, fungsi konsumsinya C = 120.000 + 0,4 Y
- INVESTASI
- Investasi Dalam Konteks Makroekonomi
- Nilai Waktu dari Uang
- Kriteria Investasi
- Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Investasi
- Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi
2.2.1. Investasi Dalam Konteks Makroekonomi
Investasi merupakan konsep aliran karena besarnya dihitung selama satu interval periode tertentu. Tetapi investasi akan mempengaruhi jumlah barang modal yang tersedia pada satu periode tertentu. Tambahan stok barang modal adalah sebesar pengeluaran investasi satu periode sebelumnya.
- Investasi dalam bentuk barang modal dan bangunan
Merupakan pengeluaran – pengeluaran untuk membeli pabrik – pabrik, mesin – mesin, peralatan – peralatan produksi dan bangunan gedung yang baru.Karena umurnya biasanya diatas setahun biasanya disebut investasi dalam bentuk harga tetap (fixed investment)
- Investasi Persediaan
Selain barang jadi, investasi dalam bentuk persediaan bisa juga dilakukan dalam bentuk persediaan bahan baku dan barang setengah jadi / sedang dalam proses penyelesaian. Tujuan kebijaksanaan persediaan ini juga tetap dalam konteks meningkatkan pendapatan atau keuntungan di masa depan.
2.2.2. Nilai Waktu dari Uang
Nilai uang yang sekarang tidak akan sama dengan nilai di masa depan. Ini berarti uang yang saat ini kita pegang lebih berharga nilainya dibandingkan dengan nilainya nanti di masa mendatang.
- Rumus Nilai Sekarang
V = X / (1 + r)t
Keterangan :
V = Present Value / Nilai Sekarang
X = Arus kas pada tahun ke-n
r = Rate / Tingkat bunga
t = Tahun Ke-n
- Rumus Nilai Masa Depan
F = A (1 + r)t
Keteragan :
F = Future Value / Nilai Mendatang
A = Arus Kas Awal
r = Rate / Tingkat Bunga
t = Tahun Ke-n
- Kriteria Investasi
Ada empat criteria investasi yang digunakan dalam praktek
a. Payback Period
Payback period (Periode pulang pokok) adalah waktu yang dibutuhkan agar investasi yang direncanakan dapat dikembalikan, atau waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik impas. Dalam hal mengartikan pb ini harus dilihat criteria dikarenakan ada investasi yang memberikan keuntungan setelah jangka panjang contoh kelapa sawit
b. Benefit / Cost ratio
B/C ratio mengukur mana yang lebih besar, antara biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh, biaya yang dikeluarkan dinotasikan dengan C (cost ) output yang dihasilkan dinotasikan dengan B (benefit) jika nilai B/C = 1 maka B=C output yang dihasilkan sama dengan biaya
c. Net Present Value
Metode ini memperhatikan nilai waktu dari uang, dengan cara mendiskontokan perhitungan maka kita memperoleh selisih dari biaya total dengan penerimaan total bersih, selisih tersebut dinamakan NPV. Suatu proposal diterima jika NPV > 0, sebab nilai sekarang dari penerimaan total lebih besar daripada nilai sekarang dari biaya total.
d. Internal Rate Of Return (IRR)
Internal Rate of Return adalah nilai tingkat pengembalian investasi, dihitung pada saat NPV samadengan nol.jika pada saat NPV = 0 nilai IRR =12 % maka tingkat pengembalian investasi adalah 12 % keputusan menerima atau menolak rencana investasi dilakukan berdasarkan hasil pembandingan IRR dengan tingkat pengembalian investasi yang diinginkan (r ). Jika r yang diinginkan adalah 15 % sementara IRR hanya 12 % maka proposal ditolak.
- Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Investasi
Sebagai sebuah keputusan yang rasional, investasi sangat ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu tingkat pengembalian yang diharapkan dan biaya investasi.
- Tingkat Pengembalian yang Diharapkan (Expected Rate of Return)
Kemampuan perusahaan menentukan tingkat investasi yang diharapkan, sangat dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal perusahaan.
- Kondisi Internal Perusahaan
Kondisi internal adalah faktor-faktor yang berada di bawah kontrol perusahaan, misalnya tingkat efisiensi, kualitas SDM dan teknologi yang digunakan. Ketiga aspek tersebut berhubungan positif dengan tingkat pengembalian yang diharapkan. Artinya, makin tinggi tingkat efisiensi, kualitas SDM dan teknologi, maka tingkat pengembalian yang diharapkan makin tinggi.
Selain ketiga aspek teknis tersebut di atas, tingkat pengembalian yang diharapkan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor nonteksis, terutama di negara sedang berkembang. Misalnya, apakah perusahaan memiliki hak dan atau kekuatan monopoli, kedekatan dengan pusat kekuasaan, dan penguasaan jalur informasi.
- Kondisi Eksternal Perusahaan
Kondisi eksternal yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan akan investasi berutama adalah perkiraan tentang tingkat produksi dan pertumbuhan ekonomi domestik maupun internasional. Jika perkiraan tentang masa depan ekonomi nasional maupun dunia bernada optimis, biasanya tingkat investasi meningkat,
karena tingkat pengendaliaan investasi dapat dinaikan.
Selain perkiraan kondisi ekonomi, kebijakan yang ditempuh pemerintah juga dapat menentukan tingkat investasi. Kebijakan menaikan pajak, misalnya , diperkirakan akan menurunkan tingkat permintaan akan agregat. Akibatnya tingkat investasi akan menurun. Factor social politik juga menentukan gairah investasi , jika sosial-politik makin stabil, investasi umumnya juga meningkat. Demikian pula faktor keamanan (kondisi keamanan negara).
- Biaya investasi
Yang paling mennetukan tingkat biaya investasi adalah tingkat bunga pinjaman , makin tinggi tingkat bunganya, maka biaya investasi makin mahal. Akibatnya minat berinvestasi makin menurun.
Namun tidak jarang, walaupun tingkat bunga pinjaman rendah, minat akan investasi tetap rendah. Hal ini disebabkan biaya totalinvestasi masih tinggi. Faktor yang memengaruhi terutama adalah masalah kelembagaan. Misalnya, prosedur izin investasi yang berbelit belit dan lama (>3 tahun),menyebabkan biaya ekonomi dengan memperhitungkan nilai waktu uang dari investasi makin mahal. Demikian halnya dengan keberadaan dan efisiensi lembaga keuangan, timgkat kepastian hukum, stabilitas politik, dan keadaan keamaanan.
- Marginal Efficiency of Capital (MEC), Tingkat Bunga, dan Marginal Efficiency of Investment (MEI)
- Marginal Efficiency of Capital (MEC), Investasi dan Tingkat Bunga
Yang dimaksud dengan Marginal Efficiency of Capital (MEC) atau Efisiensi Modal Marginal (EMM) adalah tingkat pengendalian yang diharapkan (expected rate of return)dari setiap tambahan barang modal.
- Marginal Efficiency of capital (MEC) dan Marginal Efficiency of investment (MEI)
Sama halnya dengan kurva permintaan akan investasi, kurva MEC secara nasional dapat diturunkan dengan menjumlahkan secara horizontal kurva-kurva MEC dari perusahaan-perusahaan yang ada dalam perekonomian. Misalnya seperti tertera di bawah ini.
Tetapi ada beberapa ekonom yang tidak sependapat dengan cara penurunan kurva MEC diatas. Salah satu kelemahan cara penurunan di atas adalah harga barang modal (tingkat bunga) diasumsikan tetap. Padahal jika permintaan akan barang modal secara nasional meningkat, logikanya tingkat bunga akan naik. Akibatnya kenaikan permintaan investasi tidak sebesar yang digambarkan kurva MEC. Kurva yang lebih relevan untuk menjelaskan hal di atas adalah kurva Marginal Efficiency of investment (MEI) atau Effisiensi Investasi Marginal (EIM). Kurva ini menunjukkan hubungan antara tingkat bunga dengan tingkat investasi dalam suatu perekonomian, dengan memperhitungkan perubahan harga barang modal.
- Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Ditingkat perusahaan, syarat untuk memelihara keuntungan adalah dengan menjaga agar tingkat produksi tidak berkurang. Untuk itu stok barang modal tidak boleh berkurang. Dilihat dari sisi ini, investasi merupakan upaya memelihara stok barang modal (capital stock adjustment process). Besarnya investasi yang harus dilakukan untuk memelihara barang stok adalah senilai persentase penyusutan dikalikan stok barang modal yang diharapkan.
Keputusan perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan stok barang modal dapat memberikan dampak positif terhadap total perekonomian, sebab peningkatan stok barang modal secara nasional akan dapat meningkatkan kegiatan produksi dan juga dapat memperluas kesempatan kerja.